Sabtu, 05 September 2015

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM MATA PELAJARAN SEJARAH 




BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
            Pada perkembangan pendidikan saat ini siswa tidak hanya berperan sebagai objek tetapi telah berubah menjadi subjek. Sehingga hakikat pembelajaran adalah belajarnya siswa dan bukan mengajarnya guru. Sehingga salah satu alternatif model pembelajaran yang dikembangkannya ketrampilan berfikir siswa dalam memecahkan masalah adalah pembelajaran berbasis masalah (PBM). Model pembelajaran tersebut berawal dari adanya suatu masalah, kemudian menuju ke pedagogi artinya guru dituntut untuk dapat menguasai kelas dan pembelajarannya kemudian barulah merujuk pada suatu strategi pembelajaran yang berbasis masalah. Menurut Tan, 2000 (dalam Rusman, 2010: 232) dijelaskan bahwa PBM merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada. Studi kasus pembelajaran Berbasis Masalah meliputi  penyajian masalah, menggerakan inquiry serta langkah-langkah PBM yang meliputi analisis inisial pemecahan masalah, mengangkat isu-isu belajar, iterasi kemandirian dan kolaborasi pemecahan masalah, integrasi pengetahuan baru, penyajian solusi dan evaluasi. Selain itu kurikulum PBM juga bertujuan untuk meningkatkan perkembangan ketrampilan belajar sepanjang hayat dalam pola pikir yang terbuka, reflektif, kritis dan belajar aktif serta kurikulum PBM juga memfasilitasi keberhasilan memecahkan masalah, komunikasi, kerja kelompok dan ketrampilan interpersonal dengan lebih dibanding pendekatan yang lain. pembelajaran berbasis masalah ini juga didasarkan pada teori belajar konstruktivistik dengan ciri pemahaman diperoleh dari interakasi dengan skenario permasalahan dan lingkungan belajar, pergulatan dengan masalah dan proses inquiry masalah menciptakan disonansi kognitif yang menstimulasi belajar serta pengetahuan terjadi melalui proses kolaborasi negosiasi sosial dan evaluasi terhadap keberadaan sebuah sudut pandang. Dalam makalah ini akan lebih dijelaskan mengenai strategi pembelajaran berbasis masalah.

2.1  Rumusan Masalah
1. Bagaimana pembelajaran berbasis masalah itu ?
2. Bagaimana peran guru pada proses pembelajaran berbasis masalah ?
3.1 Tujuan
       1. Untuk mengetahui bagaimana pembelajaran berbasis masalah secara jelas
       2. Untuk mengetahui peran guru dalam proses pembelajaran berbasis masalah























BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pembelajaran Berbasis masalah
A. Pembelajaran Berbasis Masalah
            Pembelajaran berbasis masalah merupakan metode/strategi pembelajaran aktif berdasarkan sebuah penggunaan ilustrasi masalah sebagai stimulus untuk belajar. Ilustrasi masalah yang tidak dapat diselesaikan dengan sederhana. Masalah yang belum tentu memiliki jawaban yang benar tetapi peserta didik diharuskan untuk mempertimbangkan alternatif dan untuk  memiliki argumen beralasan untuk mendukung solusi yang mereka hasilkan. Dalam PBM, peserta didik memiliki kesempatan untuk mengembangkan keterampilan dalam penalaran dan pembelajaran mandiri. Hmelo,1998; Hmelo & Lin, 2000; Schmidt et al., 1996 (dalam Hmelo, & Barrows. 2006: 24) menunjukkan studi emipiris dengan membandingkan pembelajaran pada kurikulum modern dengan kurikulum tradisional tentang Pembelajaran Berbasis Masalah, yakniPBL have demonstrated that students who have learned from PBL curricula are better able to apply their knowledge to novel problems as well as utilize more effective self-directed learning strategies than students who have learned from traditional curricula”. Pada dasarnya, siswa memiliki kecenderungan untuk aktif, karena menurut teori kecenderungan psikologi menganggap bahwa anak adalah makhluk yang aktif. Seorang anak dalam hal ini adalah siswa memiliki dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri (Dimyati & Mujiono, 2013: 44).
Strategi PBM menuntut siswa untuk menjadi bertanggung jawab pada proses pembelajaran mereka sendiri. Pendidik adalah fasilitator belajar peserta didik, dan campur tangan seorang pendidik akan semakin berkurang sehingga peserta didik akan mengambil tanggung jawab untuk proses belajar mereka sendiri. Karakteristik strategi ini ialah dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil

yang harus difasilitasi dan berdiskusi dengan sesama anggota kelompok maupun antar kelompok sebagai usaha pemecahan masalah. Pendidik memandu peserta didik dalam proses pembelajaran, memberikan stimulus kepada mereka untuk berpikir secara mendalam. Strategi PBM ini melibatkan aspek kognitif mealui berfikir secara menyeluruh. Dan ini merupakan Inti dari strategi Pembelajaran Berbasis Masalah. Siswa dituntut untuk aktif untuk mengembangkan intelektualnya. Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa berwujud perilaku-perilaku seperti mencari sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisis hasil percobaan dan implikasi prinsip keaktifan bagi siswa lebih lanjut memnuntut keterlibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran (Dimyati &mudjiono, 2013: 51).

B. Karakteristik & Desain Masalah dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
            Pembeajaran Berbasis Masalah merupakan pembelajaran yang berfokuskan pada pemecahan masalah. Suksesnya pelaksanaan strategi pembelajaran ini sangat bergantung pada seleksi, desain, dan pengemangan masalah yang dipilih oleh pedidik. Hal penting dalam proses pembelajaran ialah tujuan yang ingin dicapai dalam menggunakan strategi pembelajaran ini. Tujuan PBM ialah “penguasaan isi belajar dari disiplin heuristik dan pengembangan keterampilan pemecahan masalah” (Rusman, 2010: 238). PBM tidak hanya erat dengan dunia pendidikan, belajar tentang kehidupan, keterampilan memaknai informasi, kerjasama antara aggota tim, dan keterampilan berfikir reflektif dan evaluatif juga terdapat pada strategi pembelajaran ini. 
            Permasalahan yang akan digunakan sebagai bahan ajar harus berupa kenyataan. Permasalahan yang digunakan haruslah yang riil, maksudnya ialah permasalahan itu pernah terjadi sebelumnya. Pendidik harus mampu menyajikan bagaimana menyelesaikan suatu permasalahan pada peserta didik dalam dunia pendidikan. Desain masalah yang akan disajikan oleh pendidik sebaiknya memiliki ciri-ciri sebagai berikut, (Rusman, 2010: 238):
a.       Karakteristik; masalah nyata dalam kehidupan, adanya relevansi dengan kurikulum, tingkat kesulitan dan tingkat kompleksitas masalah, masalah memililiki kaitan dengan berbagai disiplin ilmu, keterbukaan masalah, sebagai produk akhir.
b.      Konteks; masalah tidak terstruktur, menantang, memotivasi, memiliki elemen baru.
c.       Sumber dan lingkungan belajar; masalah dapat memberikan dorongan untuk dipecahkan secara kolaboratif, independen untuk bekerja sama, adanya bimbingan dalam proses memecahkan masalah dan menggunakan sumber, adanya sumber informasi, dan hal-hal yang diperlukan dalam proses pemecahan masalah.
d.      Presentasi; penggunaan skenario masalah, penggunaan cideo klip,
audio, jurnal, dan majalah, web site.
            Pada dasarnya masalah yang akan disajikan harus memperhatikan juga latar belakang dan profile peserta didik, karena fokus dari pembelajaran pada kurikulum ialah peserta didik. Michael Hicks, 1991 (dalam Rusman. 2010: 237) berpendapat perihal penyajian masalah, yakni: “(1) memahami masalah, (2) kita tidak tahu bagaimana memecahkan masalah tersebut, (3) adanya keinginan memecahkan masalah, dan (4) adanya keyakinan mampu memecahkan masalah tersebut”. Dalam Pembelajaran Berbasis Masalah, sebuah masalah yang disajikan pada peserta didik harus dapat membangkitkan pemahaman terhadap masalah, kesadaran akan adanya pengetahuan, keinginan memecahkan masalah, dan adanya presepsi bahwa mereka mampu memecahkan masalah tersebut.
C. Teori Belajar yang Relevan dengan Startegi  Pembelajaran Berbasis Masalah
            Strategi yang berpusat pada siswa untuk mengembangkan tingkat pemikiran siswa ini memang cocok sekali jika digunakan dalam mengajar sejarah. Karena dalam sejarah banyak sekali permasalahan yang harus dikaji dengan benar. Perbedaan pendapat dari para sejarawan dalam menginterpretasi bukti-bukti terkadang membuat siswa kebingungan dalam mengikuti pendapat-pendapat yang ada.
            Ada beberapa teori yang mendukung dan menguatkan dalam pengembangan staregi pembelajaran berbasis masalah tersebut. yaitu sebagai berikut.
1.     Terori Piaget, Vygotsky (Kognitif) dan Konstruktivisme
Pendapat pertama yang menguatkan strategi ini adalah pendapat Piaget bahwa apabila pelajar dilibatkan dalam proses mendapat informasi dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, maka pembelajaran akan menjadi bermakna. Sementara Vygostky yakin bahwa “interaksi sosial dengan teman lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa”, (Ibrahim dan Nur. 2000: 19). Intelektual berkembang ketika individu menghadapi pengalaman baru dan membingungkan dan ketika mereka berusaha mengatasi deskripansi yang timbul oleh pengalaman-pengalaman ini. Menurut Vygotsky siswa memiliki dua tingkat perkembangan berbeda yaitu:
1.      Tingkat perkembangan actual, yang menentukan fungsi intelektual individu saat ini dan kemampuannya untuk mempelajari sendiri hal-hal tertentu.
2.      Tingkat perkembangan potensial yaitu  yang dapat difungsikan atau dicapai oleh individu dengan bantuan orang lain, misalnya pendidik, orang tua atau bahkan teman sebaya yang lebih cerdas, maju dan berkembang.
Dalam teori kognitif juga proses belajar menunjukan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak sekadar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi. Pada dasarnya siswa memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Siswa mampu untuk mencari, menemukan dan menggunakan pengetahuan yang diperolehnya. Dalam Proses belajar mengajar siswa mampu mengidentifikasi, merumuskan masalah, mencari dan menemukan fakta, menganalisis, menafsirkan, dan menarik kesimpulan (Dimyati & Mudjiono, 2013: 44-45)
            Teori-teori diatas menggambarkan bahwa pembelajaran akan lebih efektif jika peserta didik mencari ilmu-ilmu itu. Peran dalam pengembangan pengetahuan itu lebih ditekankan pada peserta didik tugas pendidik hanya mengontrol saja. Peserta didik diharapkan mendapatkan ilmu pengetahuan dimana saja. Misalanya, ketika ada permasalahan dalam pelajaran sejarah seperti tidak ada bukti kuat yang mendukung akan kesejarahan dan juga beda pandangan sejarawan menginterpretasi tentang sejarah. Maka itu bisa dicari pemecahannya bersama. Siswa yang kritis mungkin akan mempertanyakan segala hal dan akan banyak masalah yang muncul. Maka peran Pendidik dalam mengontrol pembelajaran juga dibutuhkan.
2.      Bruner dan Discovery Learning
Hakekatnya tujuan pembelajran bukan hanya memperbesar dasar pengetahuan peserta didik, tetapi juga untuk menciptakan berbagai kemungkinan untuk invention (penciptaan) dan discovery (penemuan). “Belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dengan sendirinya memberikan hasil yang lebih baik, berusaha sendiri mencari pemeahan masalah serta didukung oleh pengetahuan yang menyertainya, serta menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna”, Dahar (1989: 103). Bruner beranganggapan bahwa sangat penting peran dialog dan interaksi sosial dalam proses pembelajaran. Berdasarkan dari konsep Bruner, maka seorang pendidik yanga akan menggunakan pendekatan berbasis masalah harus menekankan pada beberapa hal berikut ini dalam proses pembelajarannya:
1.      Memberikan tekanan yang kuat untuk membangun keterlibatan aktif semua peserta didik dalam setiap langkah dan proses pembelajaran yang dilakukan .
2.      Mendorong siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan oleh peserta didik sendiri tanpa dominasi oleh pendidik.
3.      Pendidik memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada peserta didik untuk di dalami dalam berbagai kegiatan penyelidikan hingga peserta didik sampai pada penemuan ide-ide dan mengkonstruksinya menjadi bangunan teori, paling tidak sampai pada pemahamannya yang mendalam tentang teori.
4.      Orentasi yang digunakan  adalah induktif bukan orentasi deduktif.
2.2  Peran guru dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
Guru harus menggunakan proses pembelajaran yang akan menggerakan siswa menuju kemandirian, kehidupan yang lebih luas, menurut (Rusman, 2010: 234) “lingkungan yang di bangun guru harus mendorong cara berfikir reflektif, eveluasi kritis, dan cara berfikir yang berdaya guna”. Untuk peran guru yang ada pada pembelajaran PBM ini diharuskan guru berfikir tentang beberapa hal, diantaranya adalah bagaimana dapat merancang dan menggunakan permasalahan yang ada di dunia nyata sehingga siswa dapat menguasai hasil belajar? Bagaimana bisa menjadi pelatih siswa dalam proses pemecahan masalah, pengarahan diri, dan beleajar dengan teman sebaya? dan bagaimana siswa memandangdiri mereka sendiri sebagai pemecahan masalahyang aktif?
            Pembelajaran berbasis masalah ini, guru lebih memusatkan perhatiannya pada pemfasilitasan KBM dalam bentuk PBM, melatih siswa tentang strategi pemecahan masalah, menjadi perantara proses penguasaan informasi. Dalam pelaksanaanya guru mengatur lingkungan belajar untuk mendorong penyatuan dan keterlibatan siswa dalam masalh, guru juga mempunyai peran aktif dalam pemfasilitasan inquiry kolaboratif dan proses belajar siswa. Salah satu yang utama dalam PBM adalah pembentukan maslah yang menuntut adanya penyelesaian, masalah yang di sajikan dalam pembelajara berbasis maslah tidak perlu berupa penyeesaian masalah, namun bagaimana kita dapat membentuk sebuah masalah yang nantinya akan diselesaikan.
Adapun beberapa tahapan guru dalam pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut

Fase
Indikator
Tingkah Laku Guru
1
Orientasi siswa pada masalah
Menjelasakan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah
2
Mengorganisasi siswa untuk belajar
Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
3
Membimbing pengalaman individual/ kelompok
Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya
5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan
(http://www.idsejarah.net/2014/11/strategi-pembelajaran-berbasis-masalah.html)
Dalam pengaplikasian PBM dibutuhkannya kesiapan guru dan siswa untuk bisa berkolaborasi dalam memecahkan masalah yang diangkat. Guru harus siap menjadi pembimbing sekaligus tutor bagi para siswa yang dapat memberikan motivasi, semangat, dan membantu dalam menguasai ketrampilan pemecahan masalah. Menurut (Hamzah dalam Rusman, 2010: 246) “guru berperan mengantarkan siswa memahami konsep dan menyiapkan situasi dengan pokok bahasan yang diajarkan”, selanjutnya siswa akan mengontruksikan masalah yang didapat untuk meningkatkan pemahaman konsep, aturan, teori dalam pemecahan masalah. Biasanya banyak guru yang menggunakan student centered yang cocok untuk pendekatan problem based learning ini, dimana siswalah yang akan lebih aktif dari pada gurunya.




















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembelajaran berbasis masalah ini sekarang dijadika model pembelajaran yang lebih mementingkan kerja aktif siswa dalam merumuskan suatu masalah dan guru hanya memberi arahan dan menjadi mentor bagi para siswa.
a.       Pembelajaran berbasis masalah disini dimaksutkan sebgai suatu metode atau cara pembelajaran yang ditandai oleh adanya masalah nyata, dan Pada dasarnya masalah yang akan disajikan harus memperhatikan juga latar belakang dan profile peserta didik, karena fokus dari pembelajaran pada kurikulum ialah peserta didik. serta dengan adanya teori-teori yang mendukung program pembelajaran ini misalnya seperti teori. Terori Piaget, Vygotsky (Kognitif) dan Konstruktivisme yang berisikan tentang sebuah pembelajaran akan lebih terasa efektif jika peserta didik mencari ilmu-ilmu itu sendiri.
b.      Dalam pengaplikasian PBM dibutuhkannya kesiapan guru dan siswa untuk bisa berkolaborasi dalam memecahkan masalah yang diangkat. Guru harus siap menjadi pembimbing sekaligus tutor bagi para siswa yang dapat memberikan motivasi, semangat, dan membantu dalam menguasai ketrampilan pemecahan masalah.

3.2    Saran
Dalam mengembangkan pengetahuan tentang Strategi Pembelajaran Sejarah besar harapan kami terhadap masukan-masukan yang bermanfaat dan membangun dalam penulisan makalah ini.







DAFTAR RUJUKAN
Dahar, R. W. 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Dimyati & Pujiono. 2013.  Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Hmelo-Silver, C. E. & Barrows, H. S. 2006. Goals and Strategies of a Problem-
            based Learning Facilitator. The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning, 1 (1): 21-39, (Online),(http://citeseerx.ist.psu.edu/ viewdoc/download?doi=10.1.1.491.4079&rep=rep1&type=pdf), di akses 7Februari 2015.
Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah. (Online), (http://www.idsejarah.net
            /2014/11/strategi-pembelajaran-berbasis-masalah.html), di akses tanggal
            1 februari 2015 16:00.
Ibrahim, M. dan Nur, M. 2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya:
            Unesa University Press.
Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran. Kalarta: Rajawali Pers.
 

Pertempuran Medan Area

4. Pertempuran Medan Area (13 Oktober 1945) Awal Pertempuran Medan Area Awalnya, pemerintah Indonesia di Sumatera Utara menyambut baik kedat...